BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kana dan saudara saudaranya bramal sebagai tarfaul isma
atanshibul khobar (merofa’kan isimnya dan mnashobkan khobarnya). Kana dan
saudaranya yaitu: كا ن,
ظل, بات, اصبح, امسي,صار,ليس
Adapun pngamalan inna dan saudaranya adalah tanshibul
isma watarfaul khobar ( menashobkan isimnya dan merofa’kan khobarnya ) .
adapun saudaranya inna yaitu: اِنَّ, اَنّ لَكِنَّ كَاَنَّ لَيْت
لَعَلَ
Huruf-huruf ini juga disebut الحروف المشبهة بالفعل (huruf-huruf yang
menyerupai fi’il) karena huruf akhirnya berharakat fathah, seperti fi’il madhi.
Dan adanya makna-makna fi’il dalam setiap huruf-huruf ini. Karena taukid,
tasybih, istidrok, tamanniy, dan tarojiy merupakan bagian dari makna-makna
fi’il .
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana pengamalan kana dan saudaranya?
Bagaimana pengamaln inna an saudaranya?
C. TUJUAN PEMBAHASAN
Untuk mengetahui pengamalan nya kana dan saudaranya serta
pangamalan inna dan saudaranya
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kana dan saudaranya
Menurut kesepakatan
ahli nahwu kaana dan saudara saudaranya mrupakan fiil, kcuali lafad
laisa . kbanyakan ahli nahwu berpendapat bahwa laisa adalah fiil. Akan tetapi menurut
sebagian lagi adalah huruf.[1]
Kana dan saudara saudaranya itu bila
masuk pada tarkib mubtada dan khobar bisa beramal tarfa’ul isma watanshibul
khobar (merofa’kan isimnya dan menashobkan khobarnya), brarti kana adalah
merusak hukum hukum yang ada pada mubtada dan khobar maka di namakan: اَلْعَوَامِلُ النَّوَاسِخِ الصُغْرَي[2] , oleh karena
merusak seakan akan adalah hanya pada khobar yaitu asalnya rofa menjadi nashob
. walaupun pada mubtada juga merusak karna ismu kana itu sebetulnya adalah rofa
baru tidak rofa ketika menjadi mubtada, namun karena sama sama rofa maka
dinamakan amil yang merubah hukumnya tarkib mubtada khobar yang kecil, seperti
contoh: كَانَ سَيِّدًا
عُمَرٌ
. Dalam contoh ini mengandung pengertian bahwa khobarnya kana waakhowatuha itu
boleh didahuluan.
Adapun sudara
saudaranya kana memiliki arti sbagai berikut:
- Zhalla bermakna menggambarkan bahwa hal yang di beritakan itu terjadi pada siang hari.
- Baata brmakna menggambarkan hal yang di beritakan itu terjadi pada malam hari.
- Adhha bermakna mnggambarkan hal yang diberitakan itu terjadi pada waktu dhuha.
- Ashbaha bermakna menggambarkan bahwa hal yang diberitakan itu terjadi pada waktu pagi.
- Amsa bermakna menggambarkan bahwa hal yang diberitakan itu terjdi pada waktu sore hari.
- Shara bermakna perpindahan dari suatu keadaan ke keadaan yang lain
- Laisa bermakna meniadakan.
- Dama artinya adalah tetap dan terus menerus.
Laisa bila diucapkan secara mutlak
tanpa ikatan bermakna untuk menafikan keadaan seperti: لَيْسَ زَيْدٌ قَاءِمًا , apabila laisa ini dikaitkan dngan waktu , maka
maknanya di sesuaikan dengan waktu tersebut.
Zaala dan sudara saudaranya
bermakna menetapkan berita (khabar) terhadap subyek yang diberitakan
disesuaikan dengan apa yang dituntut olh keadaan. Contoh: مَازَالَ زَيْدٌ ضَاحِكٍا ,
Kemudian lafad
empat yang akhirnya itu lafad: zaala, bariha, fati’a, dan infakka ini bisa amal
seperti kana itu harus didahului nafi atau syibeh nafi yaitu nahi atau du’a,
baik berupa nafi yang lafdhon seperti: ماَزَالَ زَيْدٌ
قَاءِمًا .
Seperti lafad
kana dalam beramal tarfaul isma watanshibul khobar adalah lafad dama. Kemudian
lafad dama ini bisa amal seperti amalnya lafad kana itu harus di dahului oleh ma
masdariyah dhorfiyah. Ma dinamakan masdariyah karena ma wamadkhuliha
di ta’wili masdar. Dinamakan dhorfiyah karena ma mengganti dhorof
seperti: اَعْطِ مَا دُمْتَ مُصِيْبًا درْهَمَا اى اَعْطِ اى اَلْمُحْتأجُ دَوَآمِكَ
مُصِيْبًا دِرْهَمَا. Jadi kedua-duanya masdariyah dan dhorfiyah ini adalah menjadi
syarat bisa beramal seperti amalnya kana. Bila ma tidak masdariyah seperti
ma nafi seperti: مَا دَامَ شَيْءٌ اى اِسْتَمَرَّ شَىْءٌ atau
bukan dhorfiyah,seperti: يُعْجِبُنِى مآَ دُمْتَ صَحيْحًا اى يُعْجِبُنِي دَوَامُكَ
صَحِيْحًا maka dama tidak
bisa beramal seperti kana. Terkadang walaupun sudah menetapi syarat tapi malah
berlaku tam.[3]
Maka dari itu,
kana waakhowatuha itu ada tiga macam, yaitu:
1. Amal tanpa
syarat, yaitu: kana, dholla, bata, adha, asbaha, amsa, shoro, laisa.
2. Amal harus
didahului nafi atau syibeh nafi,yaitu: zaala, bariha, fati’a, infaka
3. Amal harus
didahului ma masdariyah,yaitu: dama
B. Pengamalannya Inna
Inna dan
saudari-saudarinya merupakan huruf yang masuk pada susunan mubtada dan khobar,
sehingga menashabkan mubtada dan merofa’kan khobar. Mubtada’ yang telah
dinashabkan oleh inna dan saudari-saudarinya dikenal dengan isim inna. Khobar
yang telah dirofa’kan oleh inna dan saudari-saudarinya dikenal dengan khobar
inna. Sehingga istilahnya menjadi berubah, dari mubtada menjadi isim
inna dan khobar menjadi khobar inna.
Contoh:
إِنَّ اللهَ حَكِيْمٌ (Sesungguhnya Allah
adalah Maha Bijaksana) asalnya اللهُ حَكِيْمٌ
إِنَّ عَلِيًّا ذَكِيٌّ (Sesungguhnya Ali
adalah Anak yang cerdas) asalnya عَلِيٌّ ذَكِيٌّ
إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ (Sesungguhnya Agama
ini mudah) asalnya الدِّينُ يُسْر
Catatan
1. Untuk menentukan mana isim inna
dan khobarnya, terlebih dahulu harus dicari mana mubtada dan khabarnya,
sehingga apabila didapatkan khobar di depan atau mubtada di belakang maka isim
dan khobar inna juga menyesuaikan.
Contohnya adalah kalimat:
فِي الْبَيْتِ الرَّجُلُ (Seorang laki-laki itu di dalam rumah)
Maka kata فِي الْبَيْتِ adalah khobar muqoddam, sedangkan الرَّجُلُ adalah mubtada muakhkhor.
Sehingga apabila kemasukan inna,
kalimatnya menjadi:
إِنَّ فِي الْبَيْتِ الرَّجُلَ
2. Jika mubtada berbentuk dhomir maka
isim inna menyesuaikan,
Contoh:
هُمْ مُسْلِمُوْنَ Menjadi, إِنَّهُمْ مُسْلِمُوْنَ
Contoh lain: أَنْتَ ذَكِيّ Menjadi, إِنَّكَ ذَكِيّ
Pambagian isim
Isim Inna terbagi dua, yang berupa isim Mu’rob dan Mabni:
a) Isim Inna yang berupa isim mu’rob
Contoh:
إِنَّ مُحَمَّدًا جَالِسٌ (Sesungguhnya Muhammad duduk)
إِنَّ الإِمْتِحَانَ سَهْلٌ (Sesungguhnya Ujian itu mudah)
إِنَّ الْمَرْأَتَيْنِ حَاضِرَتَانِ (Sesungguhnya dua wanita itu hadir)
إِنَّ اللاَّعِبِيْنَ مُجِدُّوْنَ (Sesungguhnya para pemain itu
bersungguh-sungguh)
b) Isim inna yang berupa isim mabni
Contoh:
إِنَّهَا قَائِمَةٌ (Sesungguhnya dia -perempuan- berdiri)
إِنَّكَ أُسْتَاذٌ (Sesungguhnya
kamu adalah seorang ustadz)
إِنِّي طَالِبٌ (Sesungguhnya
aku adalah seorang pelajar)
Adapun ina dan
saudara-saudaranya memilki ma’na tersendiri. Adapun rinciannnya adalah sebagai
berikut:
1. إِنَّ, أَن ,
Berfaedah untuk Taukid (Menguatkan sesuatu)
Contoh:
إِنَّ اللهَ مَعَ
الصَّابِرِيْنَ (Sesungguhnya Allah
bersama orang-orang yang sabar)
وَاعْلَمُوْا أَنَّ
النَّصْرَ مَعَ الصَّبْرِ (Ketahuilah sesungguhnya
pertolongan itu bersama kesabaran)
2. لَيْتَ , Berfaedah untuk berandai-andai
Contoh: لَيْتَ النَّتِيْجَةَ
حَسَنَة (Seandainya nilainya baik
3. كَأَنَّ , Berfaedah untuk Tasybih
(Menyerupakan)
Contoh: أَسَد كَأَنَّ عُمَرَ (Seakan-akan
Umar adalah singa)
4. لَكِنَّ , Berfaedah
untuk Menyatakan kebalikan dari kalimat sebelumnya
Contoh: اَلْكِتَابُ
صَغِيْرٌ لَكِنَّهُ مُفِيْد (Kitab itu kecil akan
tetapi berfaidah)
5. لَعَلَّ , Berfaedah
untuk pengharapan
Contoh:
لَعَلَّ الْجَوَّ مُعْتَدِل (Mudah-mudahan
udaranya nyaman)
6. لاَ النَّافِيْةُ
لِلْجِنْسِ Berfaedah untuk meniadakan jenis
Contoh: لاَ رَجُلَ فِي
الْبَيْتِ (Tidak
ada seorang lelaki pun di dalam rumah itu)
Pengamalannya ina
dan saudara-saudaranya dapat hilang kekhususannya untuk memeasuki kalimah isim,
apapbila gandeng dengan ma zaidah. Hal ini terkecuali lafad laita, maka setelah
dimasuki ma zaidah , boleh laita itu dijadikan beramal dan boleh dijadikan
ilga’(tidak beramal), sekalipun demikian tidak hilang kekhususannya untuk
memasuki kalimah isim.[4]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kana dan saudara saudaranya itu
bila masuk pada tarkib mubtada dan khobar bisa beramal tarfa’ul isma
watanshibul khobar (merofa’kan isimnya dan menashobkan khobarnya), brarti
kana adalah merusak hukum hukum yang ada pada mubtada dan khobar maka di
namakan: اَلْعَوَامِلُ
النَّوَاسِخِ الصُغْرَي , oleh karena merusak seakan akan adalah hanya pada khobar
yaitu asalnya rofa menjadi nashob .
Inna dan saudari-saudarinya merupakan huruf yang
masuk pada susunan mubtada dan khobar, sehingga menashabkan mubtada dan merofa’kan
khobar. Mubtada’ yang telah dinashabkan oleh inna dan saudari-saudarinya
dikenal dengan isim inna. Khobar yang telah dirofa’kan oleh inna dan
saudari-saudarinya dikenal dengan khobar inna. Sehingga istilahnya menjadi
berubah, dari mubtada menjadi isim inna dan khobar menjadi khobar inna.
B. SARAN
Alhamdulillahi robbil ‘alamin,,, akhirnya penulisan makalah ini selesai
meski masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan maupun refrensi sumber
atau kitab yang menjadi rujukan. Untuk itu saran dan kritik untuk kebaikan
sangat kami nanti.
Semoga bisa bermanfaat bagi kita semua dan khususnya bagi penulis sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Ibnu aqil abdulloh bahauddin, terjemah alfiyah:sinar baru:algensindo
Husain Syarifudin,Minhatul
malik.
Ali Jarim Amin Musthofa,terjemah Nahwu wadhih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar