BAB I
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Haal
Beberapa pengertian tentang Haal:
الإِسْمُ المَنْصُوبُ المُفَسِّرُ لِمَا
انْبَهَمَ مِنَ الْهَيْئَاتِ
Isim manshub
yang memberikan keterangan keadaan yang samar[1].
اِسْمٌ يُذْكَرُ لِبَيَانِ هَيْئَةِالْفَاعِلِِ
وَالْمَفْعُوْلِ حِيْنَ وُقُوْعِ الْفِعْلِ
Haal
adalah isim yang disebutkan (diucapkan) untuk menerangkan keadaan fa’il atau
maf’ul ketika terjadi pekerjaan[2].
اَلْحَالُ وَصْفٌ فَضْلَةٌ
مُنْتَصِبُ # مُفْهِمُ فِي حَالِ كَفَرْدًا اَذْهَبُ
Haal
adalah washf (sifat) yang fadhlah (lebihan)
lagi muntashib (dinashabkan) dan memberikan keterangan keadaan seperti
dalam contoh: (Aku akan pergi sendiri)[3].
Contoh: جَاءَ
زَيْدٌ رَاكِبًا (Zaid telah datang berkendaraan), lafazh راكبا itu menjelaskan kedatangan/keadaan Zaid, jangan sampai ia
diduga berjalan kaki. Dan seperti contoh: رَكِبْتُ
الَفَرَسَ مُسَرَّجًا (aku telah
menunggang kuda dengan berpelana), لَقَيْتُ
عَبْدَاللهِ رَاكِبًا(aku telah bertemu ‘Abdullah dengan
berkendaraan), dan lafazh yang menyerupainya.
B.
Syarat-syarat Haal
وَلَايَكُوْنُ الحَالُ اِلَّانَكِرَةً وَلَايَكُوْنُ
الَّابَعْدَ تَمَامِ الْكَلَامِ وَلَايَكُوْنُ صَاحِبُهَا الَّامَعْرِفَة
Haal
tidak akan terjadi, kecuali dengan isim nakirah dan tidak pula terjadi kecuali
sesudah kalam sempurna (yakni haal itu tidak terjadi pada pertengahan kalam)
dan tidak terjadi shaahibul haal (pelaku haal), kecuali harus
isim ma’rifat.
Maksudnya, syarat-syarat haal itu
ada tiga macam, yaitu:
1.
Hendaknya haal dengan isim
nakirah.
2.
Hendaknya haal setelah kalam
tam (sempurna).
C.
Bentuk Haal
Pada
asalnya Haal itu adalalah isim nakirah yang berbentuk musytaq.
Sedang sedikit sekali berupa ma’rifah, contoh: أمَنْتُ
بِااللهِ وَحْدَهُ (Aku beriman kepada Allah saja), dan Haal
itu berupa isim jamid:
1.
Jika menunjukkan arti
perserupaan, contoh: كَرَّ
عَلِيُّ أَسَدًا(Ali menyerang bagaikan singa)
2.
Menunjukkan arti mufa’alah
(saling), contoh: بِعْتُهُ
يَدًا بِيَدٍ(Aku menjual padanya dengan kontan)
3.
Menunjukkan tartib (urutan),
contoh: اُدْخُلُوا رَجُلًا رَجُلًا(masuklah kamu seorang-seorang)
4.
Menunjukkan harga, contoh: بِعْتُ الشَّيئَ رِطْلًا
بِدِرْهَمٍ
(Aku menjual sesuatu itu
per kati satu dirham)
5.
Disifati, contoh: إنَّا
اَنْزَلْنَاهُ قُرْانًاعَرَبِيًّا (sesungguhnya Kami telah menurunkan al-Qur’an yang berbahasa
Arab)
Dan
terkadang Haal itu berupa jumlah. Oleh karenanya harus mengandung
pengikat (rabith: kata-kata yang menunjukkan adanya hubungan antara hal
dan shahibul hal). Dan rabith itu ada yang berupa:
1.
Wawu saja, contoh: قَالُوْالَئِنْ
اَكَلَهَالذِّئْبُ وَنَحْنُ عُصْبَةٌ إِنَّا اِذًالَخَاسِرُوْنَ (Mereka
berkata: Jika sekiranya dia dimakan serigala padahal kami bersaudara tentulah
kami akan merugi)
2.
Dhamir saja, contoh: اِهْبِطُوابَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ
عَدُوُّ (Turunlah kamu dengan keadaan kamu saling
bermusuhan)
3.
Wawu dan Dhamir, contoh:وَهُمْ
اُلُوفٌ خَرَجُوْامِنْ دِيَارِهِمْ(Mereka telah keluar dari rumah-rumah
mereka dalam keadaan beribu-ribu (berbondong-bondong)).
Haal
juga bisa berupa zharaf atau jar majrur, contoh:
رَأيْتُ الْهِلَالَ
بَيْنَ السَّحَابِ وَأبْصَرْتُ شُعَاعَهُ فِى الْمَاءِ
Telah kulihat bulan
sabit itu ada di antara awan-awan dan kulihat cahayanya dalam air
Dan haal itu bisa berbilang (ada
beberapa), contoh:
رَجَعَ مُوسَى اِلَى قَوْمِهِ غَضْبَانَ
اَسِفًا
D.
Bentuk Shahibul Haal
Shahibul-haal (pelaku haal)
haruslah dalam bentuk ma’rifat, dan pada ghalibnya sekali-kali tidak dinakirahkan
kecuali bila ada hal-hal yang memperbolehkannya, yaitu:
1.
Hendaknya haal mendahului
nakirah, contoh: فِيْهَا قَائِمًا رَجُلٌ (di dalamnya terdapat seorang laki-laki
sedang berdiri)
2.
Hendaknya nakirah ditakhsish oleh
washf atau oleh idhafah.
Contoh shahibul haal yang ditakhsish oleh
washf ialah seperti yang terdapat di dalam firman Allah swt:
Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh
hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi kami. Sesungguhnya kami adalah yang
mengutus rasul-rasul,
Contoh sahibul haal yang ditakhsish oleh idhafah
ialah seperti yang terdapat di dalam firman Allah swt:
Dan dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang
kokoh di atasnya. dia memberkahinya dan dia menentukan padanya kadar
makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai
jawaban) bagi orang-orang yang bertanya.
3.
Hendaknya shahibul haal
nakirah terletak sesudah nafi atau syibhun nafi, syibhun nafi adalah istifham
dan nahi.
Contoh shahibul haal yang terletak sesudah nafi
ialah firman Allah swt:
Dan kami tiada membinasakan sesuatu negeripun,
melainkan ada baginya ketentuan masa yang telah ditetapkan.
Contoh shahibul haal yang terletak sesudah istifham
(kata tanya) ialah perkataan seorang penyair berikut:
يَا صَاحِ هَلْ حُمَّ عَيْشٌ بَا قِيًا فَتَرَى
# لِنَفْسِكَ الْعُذْرَ فِى اِبْعَادِ هَاالْأَمَلَا
؟
Hai temanku, apakah kehidupan dapat menjamin
keabadian (bagi
seseorang) sehingga kamu melihat adanya alasan bagi dirimu untuk
mengharapkan hal yang mustahil ini?.
Contoh shahibul haal yang terletak sesudah nahi
ialah yang dikemukakan oleh Ibnu Malik:
لَايَبْغِ امْرُؤٌ عَلَى امْرِئٍ مُسْتَسْهِلًا
E.
Amil Haal
Amil
haal adalah kata-kata yang mendahului haal yang berupa fi’il atau yang
mengandung arti fi’il, contoh:
وَهَذَا بَعْلِى شَيْخًا
اِنَّ هَذَا لَشَيْءٌعَجِيْبٌ
BAB II
KESIMPULAN
Pengertian tentang Haal:
الإِسْمُ المَنْصُوبُ المُفَسِّرُ لِمَا
انْبَهَمَ مِنَ الْهَيْئَاتِ
Isim manshub
yang memberikan keterangan keadaan yang samar.
اِسْمٌ يُذْكَرُ لِبَيَانِ هَيْئَةِالْفَاعِلِِ
وَالْمَفْعُوْلِ حِيْنَ وُقُوْعِ الْفِعْلِ
Haal
adalah isim yang disebutkan (diucapkan) untuk menerangkan keadaan fa’il atau
maf’ul ketika terjadi pekerjaan.
Syarat-syarat haal, yaitu:
1.
Hendaknya haal dengan isim
nakirah.
2.
Hendaknya haal setelah kalam
tam (sempurna).
3.
Shahibul haal (pelaku haal)
hendaknya isim ma’rifat.
Pada
asalnya Haal itu adalalah isim nakirah yang berbentuk musytaq.
Sedang sedikit sekali berupa ma’rifah, contoh: أمَنْتُ
بِااللهِ وَحْدَهُ (Aku beriman kepada Allah saja), dan Haal
itu berupa isim jamid
Shahibul-haal (pelaku haal)
haruslah dalam bentuk ma’rifat, dan pada ghalibnya sekali-kali tidak
dinakirahkan kecuali bila ada hal-hal yang memperbolehkannya, yaitu:
1.
Hendaknya haal mendahului nakirah
2.
Hendaknya nakirah ditakhsish oleh
washf atau oleh idhafah.
3.
Hendaknya shahibul haal
nakirah terletak sesudah nafi atau syibhun nafi, syibhun nafi adalah istifham
dan nahi.
Amil
haal adalah kata-kata yang mendahului haal yang berupa fi’il atau yang
mengandung arti fi’il
[1] Moch
Anwar, Ilmu Nahwu: Terjemahan Matan al-Ajurumiyah dan ‘Imirithy Berikut
Penjelesannya, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1995, cet. Ke-6, hal, 138.
[2] Team
ahli Lughoh Universitas al-Azhar, Qawaid al-Lughat al-‘Arabiyah,
diterjemahkan oleh Chaibul Umam, dkk, Kaidah Tata Bahasa Arab: Nahwu,
Shorof, Balaghoh, Bayan, Ma’ani, Bade, Jakarta: Darul Ulum Press,
1993, cet. Ke-4, hal, 265.
[3]
Bahauddin Abdullah Ibnu ‘Aqil, Alfiyyah Syarah Ibnu ‘Aqil, diterjemahkan
oleh Bahrun Abu Bakar, Terjemahan Alfiyyah Syarah Ibnu ‘Aqil Jilid I, ,
Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2007, cet. Ke-8, hal, 432.
[4] Moch
Anwar, Ilmu Nahwu: Terjemahan Matan al-Ajurumiyah dan ‘Imirithy Berikut
Penjelesannya, hal, 138.
[5] Team
ahli Lughoh Universitas al-Azhar, Qawaid al-Lughat al-‘Arabiyah, hal,
265-269.
[6]
Bahauddin Abdullah Ibnu ‘Aqil, Alfiyyah Syarah Ibnu ‘Aqil, hal, 439-442.
[7] Team ahli Lughoh
Universitas al-Azhar, Qawaid al-Lughat al-‘Arabiyah, hal, 269.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar