IDGHOM



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

أول مثلين محركين في ()كلمة اذغم لا كمثل صفف
وذلل وكلل ولبب () ولا كجسس ولا كاخصص ابي
 ولا كهيلل وشد في الل () ونحوه فك بنقل فقبل

·         Idghomkanlah awal dua huruf yang sama, yang keduanya berharokat dan berkumpul didalam satu kalimat, dengan syarat tidak menyamai lafadz صفف ( setiap lafadz yang ikut wazan فعل ).
·         Dan seperti lafadz ذلل, كلل, dan لبب ( setiap lafadz yang mengikuti wazan فعل, فعل, dan فعل ).
Dan tidak seeperti lafadz جسس (setiap lafadz yang kumpul dua huruf yang sama tetapi huruf sebelumnya sudah di idghomkan ) dan tidak sperti lafadz اخصص ابي ( stiap lafadz yang huruf kedua dari dua huruf yang sama brharokat yang baru datang atau bukan asal ).
·         Dan tidak seperti lafadz هيلل ( setiap lafadz yang disamakan dengan lafadz lain ) dan dihukumi syadz tidak mengidghomkan didalam lafadz الل dan sesamanya dengan cara sima’i.

B.     Rumusan Masalah
a.       Apa yang dimaksud dengan idghom ?
b.      Apa tujuan idghom ?
c.       Apa saja syarat-syarat idghom ?
d.      Apa saja lafadz-lafadz yang syadz ?

C.     Tujuan Pembahasan
          Dalam pembahasan ini bertujuan untuk menambah pengetahuan kita tentang ilmu alat (ilmu nahwu), khususnya tentang idghom. Yang dalam pembahasan ini akan menerangkan tentang pengertian idghom, tujuan idghom, syarat-syarat idghom dan lafadz-lafadz yang syad.



               
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Idghom
وهو في الاصطلاح الاتيان بحرفين ساكن ومتحرك من مخرج واحد بلا فاصل بينهما
         Yaitu mendatangi atau mengucapkan dua huruf, yang satu mati dan yang lain berharokat dari mahroj yang sama, dengan pngucapan yang tidak ada pemisah diantara keduanya.[1]
Seperti contoh: مَدْدًا àمَدًّا
         Dua huruf yang sama ini ketika diidghomkan diucapkan dengan sekali pengucapan (dengan sekali mengangkat lidah) tidak diucapkan dua huruf.
-                 Jika terdapat dua huruf yang sama yang keduanya berharokat, maka wajib mengidghomkan huruf yang pertama pada huruf yang kedua, dan harus mematikan huruf yang pertama karena huruf yang berharokat tidak mungkin bisa diidghomkan.
Seperti lafadz: مَدَّ
        Lafadz ini asalnya مَدَدَ , dal yang pertama dimatikan supaya bisa diidghomkan, maka menjadi مَدْد, kemudian dal yang pertama diidghomkan pada dal yang kedua,  karena sama di dalam jenisnya, maka menjadi مَد.
-                 Jika huruf yang pertama sudah tidak berharokat, maka langsung mngidghomkan huruf yang pertama pada huruf yang kedua.
Seperti lafadz: مدّا
        Yang asalnya مددا, dal yang pertama langsung diidghomkan pada dal yang kedua karena sama didalam jenisnya, maka menjadi مدّا.

B.     Tujuan Idghom
         Yaitu untuk mencari keringanan (lit-tahfif) didalam mengucapkan lafadz, dikarenakan lafadz yang terdapat dua huruf yang sama dan tidak diidghomkan itu hukumnya sangat berat, disebabkan lidah terangkat dua kali, sedang jika diidghomkan lidah akan terangkat satu kali didalam dua huruf yang sama.

C.     Syarat-Syarat Idghom
1)       Berkumpulnya dua huruf yang sama didalam satu kalimat
          Jika terdapat dua huruf yang sama yang berkumpul dalam dua kalimat, maka hukumnya boleh diidghomkan (tidak wajib).
Seperti contoh: جَعَلَ لَكَ boleh diidghomkan menjadi جَعَلَّك
Hal ini disyaratkan memenuhi dua syarat yaitu :
a.       Bukan merupakan dua hamzah
Karena jika berupa dua hamzah, hukumnya sangat jelek jika diidghomkan.
Seprti lafadz: قَرَأَ أَيَة
b.      Huruf sebelum huruf yang pertama bukan huruf yang mati selainnya huruf yang lain (wawu, alif dan ya’ ).
Jika berupa huruf mati maka tidak boleh diidghomkan seperti lafadz: شَهْرُ رَمَضَانَ
Catatan:
Kenapa lafadz قَوِي yang asalnya قَوِو tidak di idghomkan?
Karena didalam lafadz ini terdapat dua sebab yang menuntut dua hal yang berbeda, yaitu :
-          Wawu yang huruf sebelumnya berharokat kasroh itu menuntut dii’lal dengan cara diganti ya’.
-          Kumpulnya dua wawu dalam lafadz قوو menuntut diidghomkan.
Sedangkan antara mengi’lal dan mengidghomkan itu yang didahulukan adalah mengi’lal.
2)      Berkumpulnya dua huruf yang sama bukan dipermulaan kalimat.
          Jika dipermulaan, maka tidak boleh diidghomkan seperti lafadz دَدَن
Catatan :
a.       Seperti lafadz تَتَابَع
Boleh diidghomkan menjadi اِتَّابَع, sedang prosesnya yaitu mematikan ta’ yang pertama supaya bisa diidghomkan, maka menjadi تْتَابَع kemudian mendatangkan hamzah washol supaya bisa mengucapkan lafadz yang awalnya mati, maka menjadi اِتَّابَع.
b.      Seperti lafadz  تَتَرَّسَ
Boleh diidghomkan menjadi اِتَّرَس dengan cara menambahkan hamzah washol.
    Jika berkumpul dua ta’ dalam permulaan fi’il mudlore’ maka hukumnya tidak boleh diidghomkan, karena akan menyebabkan mnarik hamzah washol, sedang didalam fi’il mudlori’ itu tidak ada yang awalnya didahului dengan hamzah washol, yang diperbolehkan adalah meringankan (mentahfif) dengan cara membuang salah satu huruf ta’.
Seperti lafadz : تَتَذَكَّرَ boleh diucapkan تَذَكَّرَ
3)      Bukan lafadz yang mengikuti lafadz فُعَلٌ
          Jika mengikuti wazan فعل , maka tidak boleh diidghomkan.
Seperti lafadz : صفف
4)      Bukan lafadz yang mengikuti wazan فُعُلٌ
          jika mengikuti wazan tersebut maka hukumnya tidak boleh diidghomkan.
Seperti lafadz : ذلل
5)      Bukan lafadz yang mengikuti wazan فِعَلٌ
          Jika mengikuti wazan tersebut maka hukumnya tidak boleh diidghomkan.
Seperti lafadz : كلل
Catatan :
          Lafadz yang mengikuti wazan  فُعُلٌ فُعَلٌ فِعَلٌtidak boleh diidghomkan karena wazannya berbeda dengan wazan fi’il. Hal ini karena idghom itu cabangan dari idhar, sedang fi’il itu cabangan dari isim (karena tercetak dari masdar), oleh karena itu, hukum yang cabangan yaitu idghom diberikan kepada lafadz yang bercabangan yaitu fi’ilnya supaya sesuai, sedang isim bisa diidghomkan dengan syarat wazannya sesuai dengan wazannya fi’il.
6)      Bukan lafadz yang mengikuti wazan فَعَلٌ
          Jika mengikuti wazan tersebut maka hukumnya tidak boleh diidghomkan.
Seperti lafadz : لبب (bagian dari dada yang ditempati kalung)
Catatan :
          Pertama, Lafadz yang mengikuti wazan فَعَلٌ tidak boleh diidghomkan, walaupun lafadznya sama dengan wazannya fi’il, hal ini untuk menunjukkan ringannya kalimat isim (karena hanya menunjukkan pada makna saja, tanpa disertai zaman), selain itu untuk mengingatkan bahwa idghom yang ada didalam kalimat isim itu hukumnya cabangan. (karena aslinya didalam fi’il). Dengan demikian bisa diketahui bahwa sebab yang menuntut idghom didalam fi’il itu lebih kuat dibanding sebab idghom yang ada didalam isim.
          Kedua, Sebab idghom didalam fi’il lebih kuat dibanding isim, hal ini karena fi’il itu hukumnya berat karena makna yang ditunjukkan itu meliputi dua hal yaitu yang pertama menunjukkan makna dengan sendirinya dan yang kedua disertai dengan zaman, dan jika lafadznya ada dua huruf yang sama maka menjadi lebih berat, sehingga menuntut untuk diidghomkan supaya menjdi ringan.
          Ketiga, Sebab idghom didalam isim itu tidak sekuat sebab idghom fi’il, karena kalimat isim itu hukumnya ringan. Karena makna yang ditunjukkan itu hanya satu yaitu menunjukkan makna saja tanpa disertai zaman, dan jika lafadznya ada dua huruf yang sama maka menjadi berat, namun tidak seberat didalam fi’il, kemudian disyaratkan wazan isim sesuai dengan wazannya fi’il, supaya beratnya sama dengan yang ada pada fi’il.
7)      Awalnya dua huruf yang sama tidak bertemu huruf yang diidghomi
          Jika awalnya huruf Yang sama bertemu dengan huruf yang diidghomi maka hukumnya tidak boleh diidghomkan, karena akan menyebabkan bertemunya dua huruf yang mati, lalu menuntut merubah kalimat tanpa menghasilkan sesuatu yang ringan diucapkan.
Seperti lafadz : جُسَّسٌ
Jika diidghomkan menjadi جُسَسٌّ, yang hukumnya tidak lebih ringan dibanding جُسَّسٌ.
8)      Tidak terjadi pengharokatan yang baru datang (harokat bukan asal) pada huruf yang  kedua.
          Jika huruf yang kedua berharokat tetapi bukan harokat asal maka tidak boleh diidghomkan.
Seperti lafadz : اُخْصُصَ بِي
Lafadz ini asalnya اُخْصُصْ اَبِي (mulyakanlah ayahku) kemudian harokat fathahnya lafadz ابي dipindah pada shodnya lafadz اخصص, kemudian hamzah dibuang supaya lebih ringan didalam pengucapan.
9)      Lafadz yang terdapat dua huruf yang sama bukan termasuk lafadz yang diilhaqkan (disamakan) tasyrifnya dengan lafadz lain.
          Jika termasuk lafadz yang diilhaqkan maka tidak boleh diidghomkan.
Contoh :
a.       Lafadz هَيْلَلَ
Lafadz ini asalnya هَلَّ, kemudian ditambah huruf ya’ supaya tasyrifnya sama dengan lafadz فَعْلَلَ, lam dua yang sama tidak diidghomkan, karena jika diidghomkan tujuan mengilhaqkan tidak tercapai.
b.      Lafadz جلبب
Lafadz ini asalnya جَلَبَ, kemudian ditambah dengan huruf yang sejenis dengan lam fi’il yaitu ba’. Supaya seluruh pentasyrifannya sama dengan wazan فعلل, dan ba’ tidak diidghomkan karena bisa menyebabkan tidak tercapainya tujuan ilhaq.
10)  Huruf yang kedua tidak mengalami penyukunan yang sifatnya baru datang (bukan asal).
          Jika mengalami penyukunan maka hukumnya tidak boleh diidghomkan.
Penyukunan huruf yang kedua biasanya disebabkan dua hal yaitu :
a.       Bertemu dlomir rofa’ yang muttasil.
Seperti lafadz : ظَلِلْتُ
b.      Karena dibaca jazm.
Seperti lafadz : اُحْلُلْ, لَمْ يَحْلُلْ

D.    Lafadz – Lafadz Yang Syadz
          Lafadz-lafadz yang sudah memenuhi syarat diatas tetapi tidak diidghomkan itu hukumnya syadz, dan hal ini hanya mendengar dari kalangan orang arab.
Seperti lafadz : اَلِل (berubah baunya)
Catatan :
-          Perbedaan antara syadz, nadzir dan dho’if
a.  Syadz
هو الذي يكون وقوعه في كلامهم كثيرا لكن يخالف القياس
Yaitu perkara yang banyak terjadi didalam kalamnya orang arab, tetapi bertentangan dengan qiyas (qoidahnya ).
Seperti lafadz : اَلِلَ
b.  Nadzir (langka)
هو الذي يكون وقوعه قليلا لكن على القياس
Yaitu perkara yang sedikit terjadinya didalam kalam arab, tetapi sesuai dengan qiyas.
Seperti lafadz : ثَوْبٌ مَصْوُوْن
c.  Dlo’if (lemah)
هو الذي لم يتصل حكمه الى الثبوت
Yaitu perkara yang hukumnya tidak sampai pada sesuatu yang ditetapkan (baik itu tetap dalam kalam arab  atau ketetapan didalam qiyas).


 BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan

  Idghom yaitu mendatangi atau mengucapkan dua huruf, yang satu mati dan yang lain berharokat dari mahroj yang sama, dengan pngucapan yang tidak ada pemisah diantara keduanya.[2]

  Tujuan Idghom Yaitu untuk mencari keringanan (lit-tahfif) didalam mengucapkan lafadz, dikarenakan lafadz yang terdapat dua huruf yang sama dan tidak diidghomkan itu hukumnya sangat berat, disebabkan lidah terangkat dua kali, sedang jika diidghomkan lidah akan terangkat satu kali didalam dua huruf yang sama

     syarat-syarat idghom itu ada sepuluh yang sudah dibahas diatas.

B.     Kritik dan saran
          Dari penulis makalah diatas, secara tersurat maupun tersirat, yang pasti jauh dari kesempurnaan. Maka dari sebab itu, penulis menghargai kritik dan saran para pembaca guna untuk memperbaiki makalah selanjutnya.


DAFTAR PUSTAKA

          Shofwan, M. Sholihuddin. 2000. Al-Mabaadiu As-Shorfiah Pengantar Al-Qowaid As-Shorfiah. Jombang : Darul Hikmah.


[1] M. Sholihuddin Shofwan, 2000, Al-Mabaadiu As-Shorfiah Pengantar Al-Qowaid As-Shorfiah, Jombang : Darul Hikmah, Juz Awal, hlm 114
[2] M. Sholihuddin Shofwan, 2000, Al-Mabaadiu As-Shorfiah Pengantar Al-Qowaid As-Shorfiah, Jombang : Darul Hikmah, Juz Awal, hlm 114

Tidak ada komentar: